Friday, September 1, 2017

Krisis Seperempat Abad

Tanggal 24 Agustus kemarin, saya berulang tahun yang ke 25. Lumayan lama juga udah 25 tahun aja hidup di dunia. Perasaan kemarin baru selesai SMA, eh tahunya sekarang sudah menikah. Walau udah segini umurnya, kadang saya masih ngerasa seperti anak kecil. Mungkin cara berpikir mulai berbeda dalam menanggapi suatu hal, tapi kayaknya ke diri sendiri masih gitu-gitu aja hmm.

Enam bulan kebelakang saya ngerasa kayak stuck gak kemana-mana. Padahal kalau dipikir ya enggak juga, prestasi yang diraih udah lumayan. Tapi masih ada rasa kurang gitu. Kayak kosong, gak tahu hidup mau dibawa kemana, ya gak menentu aja gitu. Berangkat dari kegalauan ini, saya mencari tahu apakah ini hanya perasaan berlebihan atau ini normal.

Ternyata, normal! (Alhamdulillah) Hal ini biasanya disebut quarter life crisis. Artinya adalah dimana seseorang merasa tidak yakin dengan hidupnya, biasanya karena stress bertambah dewasa, yang dialami oleh orang berumur 20 tahunan.

Menurut beberapa artikel yang saya baca, quarter life crisis biasanya ditandai sebagai berikut:

1. Tertekan melihat teman sudah menikah/punya anak sedangkan kita belum
2. Ingin pergi jauh, tapi gak tahu kemana
3. Merasa terhambat dan tak tahu harus melakukan apa
4. Masih ingin menjadi anak kecil, tapi harus bersikap dewasa
5. Malas ketika ditanya soal rencana masa depan
6. Gampang capek dan gak kuat pergi sampai malam
7. Kesulitan mengatur keuangan, suka ngerasa "uangnya habis kemana ya?"
8. Gak konsisten ngelakuin sesuatu
9. Mulai gak nyambung sama teman lama
10. Bingung sama yang masih muda tapi produktif banget
11. Kadang cuma ingin di rumah aja gak ngapa-ngapain
12. Takut bertambah tua
13. Ngerasa semua orang lebih sukses dari kamu
14. Pengen ini itu tapi gak usaha, akhirnya cuma berkhayal
15. Merasa gak punya pilihan hidup, selain yang ditentuin sama lingkungan (cth: Kuliah-nikah-punya anak)

dan masih banyak lagi. Tapi kurang lebih mirip kayak gitu.
Sekarang ngerti kan kira-kira rasa galau gak jelas ini.

Beberapa hari yang lalu, saya telfonan sama seorang teman. Terus dia cerita, kalau dia tuh sebenarnya gak percaya diri, merasa gak punya skill tertentu yang bisa menonjol atau dibanggakan. Pokoknya dia ngerasa dia standard aja deh dibanding orang lain.

Lah saya bingung, kok bisa sama gini? Tapi dimata saya dia itu justru orang yang punya banyak kelebihan. Punya pribadi yang menyenangkan, kalau ketemu dia bawaanya gute Laune, ketawa, senang aja gitu.  Karena saya melihat dia orangnya easy going, saya semacam shock mendengar kalau ternyata dia merasakan kegalauan yang sama.

Dari obrolan itu kami menyimpulkan sesuatu. Bahwa kita semua ngerasain hal yang sama, yaitu terlalu fokus di kekurangan diri sendiri, sampai kelebihannya gak kelihatan. Mungkin orang lain yang terlihat santai dan gak mikirin, ternyata mikirin juga namun lebih piawai dalam menutupinya. Pandai bikin facade atau mungkin mampu untuk tidak merasakan apa yang sedang dirasa.

Karena dasarnya manusia selalu takut akan hal-hal yang tidak pasti. Tapi suka lupa bahwa memang di hidup ini gak ada yang pasti. Maka cara yang bijaksana menghadapi ini adalah berhenti setiap kali kita memikirkan hal-hal yang disebut diatas. Mulai sibukkan diri dengan banyak kegiatan sehingga lupa sama kekurangan diri.

Menurut Sakti yang orangnya cuek, cara paling ampuh ya fokus aja sama tujuan kita di masa depan. Jangan sering-sering tengok kiri dan kanan. Jangan suka ngebandingin diri kita sama orang lain. Selalu bandingin diri kita hari ini sama diri kita kemarin. Kalau dilihat lagi, pasti banyak kok pencapaiannya. Gimana enggak, orang dulu lahir beratnya cuma 3 kg gak bisa ngomong, sekarang udah gede, udah bisa mikir.

Mungkin sebenernya kita itu bahagia aja, namun karena suka ngeliatin hidup orang lain yang lebih dari kita (yang kita juga gak tahu perjuangan dia untuk mencapai itu gimana) jadi ngerasa missing something out. Padahal gak juga.
Kesibukan membuat kita lupa akan hal-hal kecil yang membuat kita bahagia. Gaya hidup dan tekanan sosial membuat kita seperti berada dalam kompetisi, harus ada yang menang dan kalah, sehingga saat target tidak tercapai, kita merasa gagal. Padahal gak gitu.

Bukan bertujuan untuk mengeluh, tapi lewat tulisan ini justru ingin menemani yang sedang merasakan hal yang sama untuk ayo kita beranjak pergi dari sini. Mari sama-sama menjadi lebih produktif, lebih fokus ke kemampuan diri dan berhenti kebanyakan mikir :)